“Siapa sih yang ngga kenal kamu?”, matanya menatapku iseng. Aku sibuk lagi dengan makananku, sebentar lagi kelas 3 SKS akan dimulai, dan dia tidak ikut.
“Siapa sih yang ngga kenal kamu?”. Akh, sakit jiwa! Pertanyaan itu terlontar kedua kalinya sejak suapan pertama. Dia terus duduk di depanku. Oke, memang aku yang mengizinkan dia duduk disini. Dia sahabatku.
“Siapa sih yang ngga kenal kamu?”. Aku mengernyit.
Hei Bodoh, sadar. Walau kamu sahabatku dan sudah kumaafkan. Aku tetap mengulur maaf, membentang jarak
Dia bernyanyi keras-keras sekarang, dan sesekali mengajak bicara junior yang ada di kanan dia.
“Kamu kenal dia?”, dia merangkul junior lelaki yang terlihat kuper, junior itu hanya menatapku sekilas lalu menunduk. Aku tersenyum sedikit.
“Tahu”
Shit,tau?Tau darimana heh?Kurang aja loh ya!!
Rahangku mengeras saat ini, makananku sudah tidak kuhabiskan, siapa lagi? Junior?Alumni?Senior?Ngga mungkin. Aku yang tertua disini. Angkatan tertua.
Aku melihat sekeliling. Oke, Farmasi, Kimia, Geografi…ah hampir aku kenal semua wajah-wajah itu, walau tidak pernah mudah mengingat nama. Aku dan dia, tidak ada jarak, semuanya kenal dan semuanya kenal kita sebagai satu. Duet maut. Kalau mereka mau menyebutnya secara gambling.
“Siapa sih yang ngga kenal kamu?”. Oke, lagi, dan terus saja seperti itu.
***
“Siapa sih yang ngga kenal kamu?”, menatapku iseng
Aku hanya menoyor kepalanya
“Ngga ada, karena aku ada Varkhi Diba, mahasiswi tercantik yang lulus lama tapi tetap menggemaskan”
Dan aku akan selalu jawab itu, selalu. Dan dia hanya tergelak, dengan nada yang sama, yang menandakan bahwa aku yakin dia tidak akan pernah bosan dengan Tanya dan jawab Reguler tersebut.
Akh bullshit, itu dulu
***
“Siapa sih yang ngga kenal kamu?”, menatapku lagi.
Sudah. Selesai. Ada maaf, tapi tidak ada jawaban.
Aku meninggalkan dia, namun sempat berbalik.
“Gue adalah Komdis yang lagi ngomelin junior-junior di depan, dan ngga sadar kalau rok batik gue melorot!!Puas lo?!?!”
Dia terkejut, dan aku ke kelas. Lari, berharap besok ada wisuda sehingga aku bisa langsung lulus.
“Dan elo tertawa, bukan nolongin gue, Ika”, aku menangis