Terlalu lama menjelajahi dataran tinggi dan nyaman di atasnya, membuatku enggan melintasi batas awan yang menyentuh daratan, menghalangi langkahku. Udara dingin yang tidak pernah berbohong oleh komposisinya, ringan saat memasuki relung paru – paru, minim partikulat, nyaman.
Sampai ketika aku menemukan kehangatan saat kaki menghempaskan dirinya ke pasir putih yang halus, lautan yang indah bergradasi biru, di tempat yang mengharuskan kita untuk tetap berpakaian syariah.
Pantai Lampuuk dapat ditempuh dalam jarak 20 km dari Banda Aceh, ke arah Meulaboh. Runutannya adalah Pantai Lhok Nga, Lampuuk, dan pantai lainnya di jalur yang sama. Perjalanan pagi itu dibuka dengan banyaknya ranjau sapi di semua sudut jalan. Iya, ranjau sapi. Di Aceh, bahkan dari perjalanan Meulaboh – Banda Aceh, kumpulan sapi – sapi dan kerbau dilepaskan begitu saja, warga – warga di sana seakan sudah terbiasa, sehingga bisa berjalan di aspal dan lincah melompati ranjau darat tersebut tanpa menggunakan masker. Sangat disarankan membawa masker apabila menggunakan motor, berjalan kaki, tutup rapat – rapat mobil dan relakan ban mobil menginjak puluhan ranjau sapi saat dan sesudah berkunjung ke pantai tersebut, syukur – syukur bila langsung datang ke doorsmeer (bengkel, di Aceh tidak ada tulisan ‘bengkel’, tapi doorsmer).
Bila menggunakan mobil atau motor, sayangnya, gerbang pintu pantai Lampuuk baru dibuka jam 9 pagi. Pantai Lhok Nga menyediakan parkiran rumput, aku membuang waktu dahulu di pantai itu. Pantainya tidak terlalu bagus, namun beberapa wisman mulai berlatih surfing. Lautnya tidak terlalu jernih, pasirnya tidak terlalu putih. Maka kunjunganku di tempat ini hanya sekedar menunggu gerbang Lampuuk yang baru jam 9 pagi buka.
Lhok Nga Beach
Kawasan tersebut masih sangat sepi walau sudah jam 9, padahal weekend.
Jam 9 aku menuju Lampuuk yang sudah terbuka gerbangnya, hanya membayar 3000 rupiah untuk tiketnya kita sudah bisa menikmati surga yang tersembunyi di balik jalanan yang cukup jauh. Dari awal perjalanan di gerbang sampai akhirnya sampai di pantai tersebut, aku melihat ada beberapa peraturan bila berkunjung ke sana, salah satunya adalah tetap mengenakan pakaian yang syariah.
Sangat menarik, karena pantai identik dengan apa – apa yang sifatnya adalah minim, two pieces bikini, tank – top, dll.
Untungnya setelah berkunjung ke sini memang aku menuju Bandara SIM untuk kembali ke Jakarta, jadi pakaian yang cukup syar’i sudah kukenakan dari awal yang memang tidak berniat untuk berenang, hanya berkenalan dengan alamnya Serambi Mekkah tersebut.
I thought I died, and see the beauty of heaven
Then I realized, I was alive, and these are parts of heaven
In Aceh..
Kalau saja ada kata lain yang dapat mewakili kata indah, mungkin akan kuungkapkan saat itu juga. Namun di hadapanku saat itu, adalah salah satu sketsa Tuhan yang kusalin dalam pikiranku, tersimpan dan tidak pernah aku ingin menghapusnya. Pantai di Barat Aceh, menawarkan keindahan yang – syariah, Kuta-nya Aceh, air laut biru bergradasi menenangkan mata, memanjakan indera penglihatanku; pasir putih bersih yang lembut membelai kaki telanjangku, memanjakan indera perabaku; salty air, yang masuk ke paru – paruku, menggelitik indera penciumanku; ketenangan syahdu, merdu suara ombak kecil yang berlomba – lomba menuju pesisir, menggetarkan indera pendengaranku; apa yang kukecap adalah keindahan, ketenangan, kesyahduan suasana, sehingga tidak ada yang lebih indah saat berucap “Subhanallah..”
Sorry Photoshop, I don’t need you. This is perfect
Pantai ini ternyata berbatasan langsung dengan tebing yang tinggi, sehingga kegiatan panjat tebing bisa dilakukan di sini dan bisa dicoba untuk para wisatawan.Kalau di Kepulauan Seribu terdapat pelestarian penyu sisik. Di Lampuuk, wisatawan bisa ikut wisata pelestarian penyu lekang dan penyu belimbing dengan warga lokal.
Lampuuk was my biggest turning point to get closer with the beach
This place rejuvenate my soul, indulge my senses
Since then, I was in love with Aceh, and promise to myself will get back there, soon
I’m in love with Aceh
Waktu yang sempit, dengan tujuan yang masih banyak membuatku harus lekas meninggalkan pantai tersebut. Tidak menyangka ekspektasiku terhadap Lampuuk begitu kecil sesudah dari Lhok Nga, sehingga terlalu terkejut saat yang terlihat melewati ekspektasi. Sketsamu sungguh tanpa cela, Tuhan..
At the beach, me is different
Time doesn’t move hour to hour, but from mood to moment -tumblr
Sorry Photoshop, me with the beach are equally perfect