Lagi – lagi tentang puisi. Lagi – lagi tentang Rinjani. Ah, sungguh aku merasa cemburu dibuatnya.
Siapakah Rinjani? Teriakku, lagi – lagi, hanya bisa dalam hati.
“Aku menuju tempat paling terindah di sana,Rinjani, tempatku ‘kan bertemu Dewi Anjani.”
Mengapa mudah kamu menyebut nama itu di depanku? Rinjani yang tidak pernah sudi kutemui.
Siapakah Rinjani? Tanyaku lagi, dalam hati.
“Kamu harus ikut denganku,” katamu, waktu itu. Aku pergi, menjaga jarak darimu, menyilangkan tanganku. Cemburu.
Siapakah Rinjani? Aku hanya menyimpan pertanyaan ini ke sekian kali.
“Juni nanti, percayalah,” katamu, dengan senyummu, dengan semangatmu.
Aku sudah tidak tahan, segala Rinjani lah, Dewi Anjani lah, mengajak aku lah.
“Hei, selami dulu perasaan tersembunyi seorang wanita sebelum kamu berani mendaki puncak tinggi sebuah gunung!!!”
Itu kataku, sepulangnya aku dari Rinjani.