Aku melukai, meningggalkan bekas yang akan lama menghilang. Aku diciptakan untuk tidak menjadi pendampingmu, karena aku penyiksa. Memikatmu dengan spektrum warna terang, lalu perlahan menjalarkan lidah api. Membakarmu.
Aku bukan air yang mampu menawarkan dahagamu. Bukan pula yang selalu mengikuti aturan, hulu ke hilir; tinggi ke rendah. Aku penuh dengan ketidakteraturan.
Aku bukan angin yang memberimu kesejukan, memberikanmu semilir yang dapat menentramkan jiwa dan ragamu. Aku sarat akan hawa panas, yang akan membuatmu tidak nyaman.
Bahkan, aku bukan tanah tempatmu mampu bernaung dan tinggal, yang memberikanmu keamanan. Sesekali aku mampu, selanjutnya aku hanya mampu membunuhmu.
Aku akan tercipta dari tiga unsur yang mudah kamu pikat, udara; bahan bakar; dan sumber panas. Jangan pernah mengikuti permainanku. Menjauhlah. Jangan pernah jadi unsur keempat pembentukku, reaksi kimia. Mundurlah, jangan pernah ikuti permainanku.
Lalu kau malah mengikutinya, membentukku sempurna hingga menjadi sumber api yang ideal
untuk membakarmu
Nekat, kamu mempertemukan ketiganya, penasaran akan bentuk jadiku, tanpa pernah tahu sebelumnya bagaimana rupaku nanti saat sempurna tercipta, kamu menambahkan unsur keempat tersebut.
kamu benar tidak akan tahu apa yang terjadi nanti
Perlahan saat aku terbentuk, aku menghampirimu, memikatmu tanpa harus berusaha keras untuk tampil memikat. Aku membakarmu, setiap sudut yang ada di dirimu. Meninggalkan luka bakar yang tak terperikan. Luka yang akan lama sakitnya, lama menghilangnya. Kamu harusnya tahu itu.
Mudahnya meninggalkanmu saat sudah berbentuk abu nanti. Karena begitulah sifatku sebagai api, membakar korbannya hingga habis, sampai aku memadamkan diriku sendiri. Saat aku padam nanti, aku mudah meninggalkanmu semudah itu.
Dan aku masih dapat berlanjut untuk membentuk diriku di tempat lain.
Maka, dari awal sudah kucegah.
Saat kamu memutuskan untuk memulainya, siapa suruh kamu bermain dengan api?
//