Jam 2 dini hari.
Ini kebiasaan saat Sabtu malam, lagu dangdut dan teriakan para penyanyi yang sayup – sayup dari kampung sebelah. Tidak akan berhenti sampai menjelang subuh nanti.
Kami biasanya tertawa, atau ikut bersenandung satu lagu yang menjadi tembang wajib orkes sederhana tersebut, sampai akhirnya kita lelah dan tertidur sendiri. Kadang sampai lupa Subuhan, atau memaksa solat Subuh pada jam 7 pagi. Lalu kami berdua lanjut tidur lagi, terbangun sama Mama dan Papa mulai masuk kamar dan mengguncang badan kami semua.
Tapi jam 2 dini hari saat ini, kami mengulur jarak begitu jauh. King Bed yang terasa semakin luas, dan kami berdua saling merapat ke ujung tempat tidur masing – masing. Kamu di pinggir, dan aku menghimpitkan badanku mendekat ke dinding.
Sunyi.
Lagu orkes kampung sebelah masih sayup terdengar, namun tidak ada komentar iseng di dalam kamar ini, diam saja. Mungkin tidak mau mendengarkan atau sebenarnya kami mendendangkan lagunya dalam hati, karena kami tidak bisa saling berbagi lagi seperti dahulu. Saat ini yang aku pikirkan, mungkin kamu menyesal telah meminta sekamar denganku saat kecil, dan membiarkan satu kamar kosong tidak pernah diisi sampai sekarang. Saat ini yang aku pikirkan, mungkin sebenarnya kamu ingin meninggalkan kamar ini lalu pindah ke kamar yang seharusnya menjadi milikmu tersebut, tapi sampai sekarang aku tidak tahu alasannya mengapa kamu menahan diri.
***
Jadi, seperti inilah saat kita sudah terlalu dewasa, kita semakin kalut dengan masalah sepele yang ada.
Sepele? Ah, bukan juga.
Inilah yang aku alami saat ini, dengan kamu, kakakku.
Saat kita berdua terlanjur mencintai satu pria yang sama.
01:32, sebelum mimpi
2 Agustus 2014
//