….. terlebih lagi padamu, Tuan Tenggara.
Entah apa yang ada di pikiranku saat itu, tapi kamu yang lebih banyak memakan ruang di pikiranku. Padahal kota ini sudah hampir 6 bulan kamu tinggalkan, sejak kelulusanmu yang lekas dan membanggakan itu.
Aku belum mengenalmu saat itu
Namun jangan salahkan aku, bahwa di setiap dokumentasi kelulusanmu aku merasa lega karena tidak ada seseorang di sampingmu. Seseorang yang rela berdandan dari sebelum subuh, dengan dandanan yang tipis tapi tetap meneb alkan kecantikannya. Aku senang bahwa tidak ada sosok itu saat itu – atau saat ini.
Berjalan dari Braga ke Pasteur adalah sesuatu yang kurang kerjaan menurut banyak orang, namun aku melakukannya dalam waktu satu jam. Cuaca Bandung Sabtu itu menyenangkan, pukul sebelas yang tidak terik, aku menyusuri trotoar yang masih ditempeli lumut – tanda begitu minimnya polusi dari jalur yang kulewati. Sialnya, tanpa kamu di sampingku, atau di sosial mediaku, atau bahkan di telepon selularku (aku bahkan belum tahu nomormu), kamu tetap menyita pikiranku. Berharap ternyata kamu sedang mengantarkan bundamu ke kawasan Progo, atau jalan – jalan mencari baju baru di Jalan Riau sambil sesekali menemani adikmu yang sibuk memilih – milih pakaian. Pikiranku sibuk berimajinasi menemui dirimu di kota ini.
Konyol
“This is going to sound crazy, but… from the moment I first set eyes on you I haven’t been able to stop thinking about you.” ― Leigh Fallon, Carrier of the Mark
Menurutku tidak terburu saat ini, untuk menyampaikan bahwa perasaan ini sudah berlebih dari pertama mengenalmu. Aku menjadi semakin mengaitkan Bandung dengan dirimu.
Inilah pertama kalinya aku benar- benar jatuh cinta terhadap Bandung… dan terhadapmu, Tuan Tenggara.
Nona di Barat Lautmu
5 April 2015 pukul 21:46